
Al-Qur’an adalah puncaknya ilmu. Ilmu psikologi, ilmu komunikasi, ilmu sosial, ilmu budaya, ilmu bahasa, ilmu ekonomi, ilmu politik/perang dan lain-lain semua ada dalam Al-Qur’an. Mukjizat dari Allah ini menggariskan pokok-pokok penting dalam semua ilmu.
Sehingga seorang ulama mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah cahaya. Dari sisi manapun ilmu melihatnya, maka akan timbul sinarnya.
Di bidang psikologi misalnya Al-Qur’an mendidik anak-anak agar menghormati orang tua, melawan musuh Tuhan baik yang nampak atau tidak, bersikap rendah hati selalu, tidak sombong dan lain-lain. Dengan mempraktekkan ilmu psikologi Al-Qur’an maka manusia akan menjadi manusia yang shalih dan hebat.
Di bidang komunikasi misalnya Al-Qur’an menggunakan kata-kata yang berbeda untuk menghadapi berbagai tipe manusia. Untuk pergaulan laki-laki kepada perempuan digunakan kata ‘qaulan ma’ruufan’ (perkataan yang baik), QS an Nisa’ 235. Komunikasi kepada anak-anak atau generasi muda digunakan kata ‘qaulan sadiida‘ (perkataan yang membekas pada jiwanya), QS an Nisa’ 9. Kepada kaum munafik digunakan kata ’qaulan baliigha’ (perkataan yang membekas pada jiwanya, perkataan yang sampai pada jiwanya. Sulit menerjemahkan dalam bahasa Indonesia antara qaulan sadiida dan qaulan baliigha), QS an Nisa’ 63.
Komunikasi anak dengan orang tua digunakan kata ‘qaulan kariima’ (perkataan yang terpuji, perkataan yang menghormat), QS al Israa’ 23. Kepada orang-orang yang suka berbuat dosa, digunakan kata ‘qaulan maisuura’ (Perkataan yang lemah lembut) , QS al Israa’ 28. Kepada para penguasa yang zalim digunakan kata ‘qaulan layyinan’ (perkataan yang lemah lembut), QS Thaha 44. Allah akan memberi karunia kepada hambanya yang sering shalat malam dengan ‘qaulan tsaqiilan’ (perkataan yang berbobot).
Di sini kita lihat bagaimana Al-Qur’an mengajarkan ilmu psikologi komunikasi kepada manusia. Agar komunikasi mencapai ‘hasil’ maka gunakan gaya komunikasi yang berbeda kepada orang yang berbeda. Mungkin kita bertanya kepada kepada penguasa yang zalim (Firaun), Allah menyuruh Nabi Musa menggunakan perkataan yang lemah lembut? Ya, karena penguasa yang zalim itu berjiwa sombong dan suka meremehkan. Kalau menggunakan kata-kata yang kasar, maka penguasa itu akan langsung menolak komunikasi. Dengan perkataan/dialog yang lemah lembut akhirnya terjadi komunikasi, dimana Nabi Musa melemparkan tongkatnya, menjadi ular besar dan kemudian memakan ular-ular kecil milik para penyihir yang mendukung Firaun. Melihat kehebatan mukjizat Nabi Musa itu, maka para penyihir itu kemudian masuk Islam (agama Nabi Musa as).
Di bidang ilmu sosial misalnya Al-Qur’an menggariskan bahwa masyarakat yang penuh kemaksiyatan atau kemungkaran di sana, maka masyarakat itu menjadi masyarakat yang rusak. Makanya Al-Qur’an melarang perzinahan, pelacuran, perjudian, minuman keras dan semisalnya. Kemungkaran itu berkelindan dengan kemungkaran lainnya. Maka jangan heran di tempat pelacuran berkumpul para koruptor, pembunuh, penjudi, pemabuk, orang yang sombong dan lain-lain.
Begitu juga, kebaikan itu berkelindan dengan kebaikan lainnya. Orang yang sering ke masjid (tempat terbaik) maka akan berkumpul di sana orang yang dermawan, rendah hati, ‘tamak ilmu’, suka menolong dan lain-lain. Ketika orang bersedekah, maka orang yang disedekahi merasakan nikmatnya. Maka bila ia punya kelebihan uang, ia akan bersedekah kepada yang lainnya. Kebaikan itu menular. Begitu juga keburukan. Maka di sini kita melihat bagaimana Al-Qur’an menekankan pentingnya amar makruf nahi mungkar. Lihat Al-Qur’an surat Ali Imran 104-110 dan surat al Hajj 41.
Di bidang ilmu budaya, Al-Qur’an menekankan budaya sedekah, budaya saling memberi, budaya berprestasi, budaya menutup aurat, budaya mengendalikan syahwat dan semacamnya. Beda dengan budaya Barat (non Islam) yang membudayakan pajak, budaya pelit (egoisme), budaya membuka aurat dan seterusnya.
Mungkin diantara pembaca ada yang bertanya mengapa jilbab diwajibkan? Bukankah ini menyalahi ‘fitrah’ perempuan yang suka memamerkan kelebihan fisik? Bukankah ini sangat memberatkan, terutama bagi mereka yang sudah terbiasa dengan membuka aurat/rambutnya.
Ya memang kewajiban jilbab ini berat bagi perempuan. Sama beratnya menghindari zina bagi laki-laki. Tapi disinilah letak hikmah syariah jilbab ini. Dimana, dengan berjilbab wanita akan dihormati laki-laki akal dan adabnya, bukan fisiknya. Karena fisik itu sifatnya temporal. Bila wanita sudah tua, 60 tahun ke atas, maka sudah tidak menarik lagi untuk ‘dilihat fisiknya’. Sedangkan akal yang cerdas dan akhlak mulia (adab), keduanya abadi. Akan selalu bisa dinikmati dan ‘dikenang’. Suami dan istri yang menikah karena ketertarikan fisik semata, maka akan mudah cerai. Di sinilah hikmahnya mengapa Rasulullah memberi pesan ketika mau menikah lihatlah terutama agama/akhlaknya, jangan melihat yang utama : nasab, kekayaan atau kecantikannya.
Dan bukankah dalam psikologi komunikasi diajarkan bahwa dalam komunikasi laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan perempuan yang terpenting adalah wajah dan telapak tangan. Dengan melihat wajah, maka akan terlihat apakah seseorang sedang sedih, gembira, tersenyum sinis, tersenyum ikhlas dan lain-lain. Dalam komunikasi tidak diperlukan melihat kaki, paha, dada, rambut dan lain-lain.
Meski, Al-Qur’an menganjurkan jilbab, tapi Al-Qur’an tidak membatasi bentuknya. Mau jilbab (kerudung) panjang atau pendek, terserah. Mau pakai celana atau rok terserah. Yang terpenting wanita itu tertutupi seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan.
Istilah jilbab syar’i adalah adalah istilah yang salah. Jilbab itu sudah syar’i jangan ditambahi lagi dengan syar’i. Seperti tidak ada istilah shalat syar’i.
Jilbab itu sudah berat, jangan ditambah-tambah lagi dengan aturan yang lebih berat lagi. Misalnya kewajiban cadar, jilbab (kerudung) harus panjang dan seterusnya. Meski berjilbab, wanita itu juga ingin tampil modis. Menurut saya, asal tidak memperlihatkan rambut dan menonjolkan bentuk tubuh, biarin saja. Insyaallah, Allah memaafkan. Allah Maha Mengetahui dan Memaafkan. Lihatlah akhir ayat Al-Qur’an tentang kewajiban jilbab ini, Allah menyatakan ‘Wakaanallaahu ghafuurar rahiima’ (Dan Allah itu Maha Pengampun dan Penyayang). Surat al Ahzab 59.
Dan kewajiban jilbab ini turun tentu setelah seseorang itu mempunyai aqidah Islam yang kuat. Setelah seseorang itu menyadari untuk apa ia hidup di dunia ini, darimana dan mau kemana. Bila ia berjilbab hanya mengikuti trend, bisa jadi bila ‘angin kecil’ menerpanya, ia akan melepasnya. Seperti terjadi pada beberapa artis di tanah air.
Mengapa zina dilarang, apa hikmahnya? Ya memang zina enak. Menuruti syahwat itu enak. Tapi enak belum tentu bahagia. Mereka yang sering berzina, misalnya pelacur, ia tidak merasakan nikmat lagi ketika berzina. Maka jangan heran kemudian tumbuh LGBT, di masyarakat Barat yang perzinahannya merebak. Karena ketika ia sudah bosan dengan lain jenis, ia ingin merasakan berhubungan sesama jenis dan bila ia sudah bosan pula, maka ia akan berhubungan dengan binatang, seks dengan kekerasan, seks dengan obat-obatan terlarang dan seterusnya. Hingga akhirnya ia bisa mati, karena menuruti syahwat yang tidak pernah kenyang dan menuntut lebih ini.
Maka dalam Islam dibolehkan poligami, beristri lebih dari satu. Karena laki-laki memang beda dengan perempuan. Perempuan hamil, menyusui dan melahirkan, haidh, sel telur cuma satu dan seterusnya. Sedangkan laki-laki dikaruniai Allah tubuh yang lebih kuat, jumah sel sperma ratusan juta, tidak haidh dan hamil dan seterusnya.
Jadi poligami adalah jalan terbaik yang diberikan Al-Qur’an untuk terbentuknya keluarga yang sakinah. Tapi poligami sebaiknya dilakukan bagi laki-laki yang telah berhasil mendidik atau menata keluarganya dengan bagus. Laki-laki yang tidak bisa mendidik anak atau menata keluarganya –ketika istrinya satu- bisa dipastikan ketika ia nikah lagi (poligami) akan membuat kegagalan yang kedua. Karena itu dalam Islam, suami dan istri dalam berumah tangga harus saling memahami. Suami memahami kelebihan dan kelemahan istrinya dan istri memahami kelebihan dan kelemahan suami. Istri yang salihah, ketika melihat suaminya mau nikah lagi, karena suami telah berhasil menata keluarga, ia tidak akan melarang suaminya berpoligami.
Dalam bidang ekonomi, Al-Qur’an menunjukkan kemukjizatannya. Bila kapitalisme atau sosialisme membolehkan bahkan mendasarkan pemasukan negara dari riba dan pajak, maka Al-Qur’an tidak. Wahyu dari Allah ini melarang riba dan membudayakan sedekah dan wakaf.
Ekonomi Islam mendorong adanya kebaikan hati di masyarakat, negara atau dunia. Saling memberi, saling berbagi adalah dasar ekonomi Al-Qur’an. Maka jangan heran awal-awal surat Al Baqarah, ketika berbicara tentang ciri-ciri orang bertaqwa, pertama adalah beriman kepada Yang Ghaib, kedua menegakkan shalat, ketiga berbagi rizki dan keempat beriman kepada Kitab Suci yang diturunkan Tuhan (Allah).
Maka jangan heran bila guru bangsa Tjokroaminoto menulis buku “Sosialisme Islam.” Tjokro mengkritik keras keyakinan ateis para tokoh sosialis, di saat yang sama ia mendukung sifat sosialis (bukan egois) dalam Islam.
Renungkan firman Allah dalam surat al Hasyr ayat 7 : “…Agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu….”. Coba kini lihat kondisi perekonomian di dunia atau negeri kita. Harta atau uang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja. Misalnya begini, anda punya uang satu triliun di depositokan atau disimpan dalam tabungan. Maka, misalnya bunganya satu persen tiap bulan, berarti tiap bulan anda mengantongi 10 Miliar tanpa melakukan apa-apa. Begitu juga ketika anda miskin, anda tidak bisa meminjam ke bank (dalam jumlah besar), karena anda tidak punya jaminan dan seterusnya.
Pajak yang diambil dari sistem ekonomi Barat ini juga mencekik. Sekarang hampir semua barang dipajakin, sehingga barang-barang makin tinggi harganya dan rakyat miskin tidak bisa membeli, karena uangnya terbatas. Atau bahkan mereka tidak punya uang sama sekali.
Bagaimana dengan sistem militer Barat? Ya karena Barat berangkat dari filosofi hewan, siapa yang kuat maka ia yang menang, maka mereka berlomba-lomba membuat persenjataan yang akan menghabisi musuh sebanyak-banyaknya. Dari sini lahirlah industri militer persenjataan nuklir.
Dunia Islam, ketika ingin memiliki nuklir, seperti Iran dan Pakistan dilarang, dengan berbagai alasan. Barat merasa dirinya superior, umat Islam dianggap inferior. Mereka takut kalau umat Islam marah kemudian meledakkan nuklirnya, sehingga umat manusia semuanya bisa musnah.
Kesalahan Barat bukan hanya pada pada perlombaan senjata saja, tapi sistem militer yang dibentuk Barat juga bermasalah. Lihatlah bagaimana hirarki yang diciptakan jenderal hingga prajurit. Prajurit dalam sistem militer, seperti budak. Ribuan prajurit mati tidak apa-apa, asal bukan jenderalnya. Lihatlah dalam kasus Amerika menginvasi Irak, 2003. Ribuan prajurit Amerika berangkat ke sana dan banyak yang meninggal, tapi Presiden Bush cs dan Jenderal-Jenderal militer di sekelilingnya hanya duduk manis di ‘Washington’. Prajurit dianggap seperti pion dalam permainan catur.
Penjajahan Amerika atas Irak adalah puncak kezaliman dan keserakahan pemimpin-pemimpin Barat (George W Bush, Tony Blair dll). Mereka mengerahkan prajurit dan senjata-senjata mutakhirnya untuk menguasai cadangan minyak yang besar di negeri Islam itu. Mereka khawatir bila suatu saat kehabisan bahan bakar, sehingga puluhan kapal induk, ribuan pesawat dan ‘ratusan kapal selam’nya tidak bisa berfungsi karena bahan bakar di dalam negeri tidak mencukupi.
Dalam sistem militer yang dibentuk Amerika, jenderal boleh kaya dan prajurit boleh miskin. Mereka mengibaratkan jenderal itu laksana singa atau harimau yang merajai di hutan. Sedangkan prajurit hanyalah seperti burung emprit yang tidak punya daya. Mereka menciptakan ‘sistem Firaunisme’, apapun yang dilakukan Jenderal benar, meskipun jenderal itu berbuat salah menurut undang-undang.
Mereka lupa bahwa semua manusia hakikatnya sama. Sama-sama hamba Allah, sama-sama ingin hidup sejahtera. Sama-sama ingin mewujudkan negara atau dunia ini adil makmur.
Manusia bukan berasal dari monyet. Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah yang semuanya berasal dari Nabi Adam dan Siti Hawa. Al-Qur’an menyatakan, ”Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (QS al Israa’ 70)
Bila ada yang bertanya mana buktinya kita semua berasal dari Adam dan Hawa? Ya buktinya adalah aqliyah (secara akal). Manusia berasal dari manusia. Tidak ada bukti yang kuat sekarang manusia berasal dari hewan. Monyet dari zaman kakek-kakek kita tetap saja bentuknya monyet. Kita tidak pernah menemukan monyet berubah menjadi manusia.
Bukti itu tidak harus hadir fisik di hadapan kita. Banyak di dunia ini yang tidak hadir dihadapan kita kita percayai, kita imani. Misalnya ketika kita naik pesawat, kita percaya saja kan bahwa pilot tidak akan menabrakkan atau menjatuhkan pesawatnya. Karena secara akal kita menyimpulkan pilot itu kan sudah dites kepribadiannya, karakternya dan seterusnya.
Maka Al-Qur’an yang telah kita buktikan bahwa ia wahyu Allah, maka apapun informasi dari Al-Qur’an adalah benar adanya. Tidak mungkin ada yang salah dalam Al-Qur’an.
Kedua, kita yakin Nabi Adam ada, pertanyaannya dari mana ilmu Adam as itu didapat. Kita dapat ilmu dari orang yang lebih tua sebelumnya. Orang yang tua itu dapat dari orang tua sebelumnya juga, terus sampai ke manusia pertama. Sekarang pertanyaannya dari siapa manusia pertama (Adam) itu memperoleh ilmu? Dari Allah, Dari Yang Maha Kuasa, Dari Yang Maha Hebat yang membuat alam ini. Karena itu Al-Qur’an menyatakan, ”Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (al Baqarah 31-32)
Walhasil, dunia perlu berubah. Dengan adanya pandemik Covid-19 ini adalah waktu yang tepat menata kembali dunia, sehingga bisa adil makmur. Indonesia tidak bisa menata dirinya sendiri. Indonesia tergantung banyak teknologi dari luar. Industri film misalnya Indonesia banyak tergantung pada Amerika.
Begitu pula Amerika, tidak bisa ia menata negaranya sendiri. Meski Amerika menyatakan dirinya superpower, tapi ia banyak tergantung juga pada negara lain. Misalnya BBM atau kerajinan-kerajinan ukiran, industri batik dan seterusnya.
Di zaman internet (world wide web) ini semua negara saling tergantung satu dengan yang lainnya. Mereka semua harus bekerjasama menata dunia ini sebaik-baiknya agar masyarakat dunia menjadi adil dan makmur.
Cita-cita manusia lahir di dunia, tentu tidak ingin perang. Mereka ingin perdamaian. Mereka ingin saling membantu satu dengan yang lainnya. Fitrah manusia ingin perdamaian, ketertiban dan kebahagiaan. Bahagia baik di dunia maupun setelah dunia.
Maka dari sini hadits Rasulullah Saw tentang suatu masa akan muncul Khilafah Islamiyah sebagaimana munculnya peradaban Madinah, adalah bukan omong kosong.
Rasulullah Saw bersabda, ”Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).
Tentu Khilafah Islamiyah ala Manhaji Nubuwwah ini terwujud bila mayoritas manusia di bumi ini memeluk Islam dan meyakini Al-Qur’an adalah solusi terbaik bagi kehidupan manusia. Kapan itu?
Mungkin diawali dengan penghancuran senjata-senjata mutakhir besar-besaran. Karena manusia tidak memerlukan senjata pembunuh massal itu. Manusia mulai sadar bahwa bila ia membuat produk, produk itu harus berguna bagi sesamanya. Wallahu alimun hakim. Wallahu azizun hakim.