5 Alasan Mengapa Anak Remaja Rentan Alami Gangguan Mental

Ngomong-ngomong soal kesehatan, bukan hanya kesehatan fisik aja yang perlu kamu perhatikan, bahkan kesehatan mental. Kesehatan mental bagi manusia sama pentingnya dengan kesehatan fisik, terlebih khusus bagi remaja.

Usia remaja yang mana terjadinya perubahan baik itu tubuh, kognitif, perilaku maupun emosional dari fase anak menuju dewasa. Makanya, kesehatan mental memiliki peran yang cukup penting pada remaja.

Adanya proses peralihan tersebut membuat usia remaja disebut sebagai masa aktif, sehat, sekaligus produktif. Namun ternyata dari berbagai sumber yang ada, WHO (World Health Organization) mengungkapkan bahwa sekitar 10-20 persen remaja mengalami gangguan kesehatan mental.

Kebanyakan kasus gangguan kesehatan mental yang ditemukan pada remaja berujung tindakan bunuh diri. Mengutip dari laman Kemenkes, sesuai dengan data WHO menyebutkan bahwa tindakan bunuh diri merupakan penyebab kematian posisi kedua tertinggi yang sering terjadi di antara kelompok usia 15-29 tahun. Organisasi kesehatan ini pun menambahkan, setiap 40 detik rata-rata satu orang tewas akibat bunuh diri.

Terlebih lagi corona yang masih mewabah membuat semua pekerjaan dan kegiatan dialihkan sistemnya menjadi online. Akhirnya, dampak corona yang dirasakan antara lain gangguan psikis seperti kecemasan (anxiety), kekhawatiran yang berlebih atau obsessive compulsive symptons serta insomnia.

Efek yang dialami akan kesehatan mental tersebut disebabkan sistem kekebalan tubuh yang merespons virus corona. Ditambah lagi adanya pembatasan sosial sehingga bisa memperparah penyakit mental. Mengutip dari laman Healthline, menurut Institut Child Mind bahwa sekitar 14,3 persen remaja akan rentan terkena depresi dan gangguan bipolar akibat pandemi corona ini.

Lalu, apa yang menjadi alasan kelompok remaja rentan terkena penyakit mental? Berikut telah dirangkum secara eksklusif oleh Muslimahdaily untuk Sahabat Muslimah.

1. Terdapat rasa kekhawatiran yang berlebih pada lingkungannya

Selain mengalami perubahan fisik serta emosional, usia remaja juga merasakan adanya perubahan lingkungan sekitarnya. Ketika mereka belum siap mengalami perubahan tersebut, tentu akan mengganggu kesehatan mentalnya. Misalnya seorang siswa SMA tidak mampu membeli handphone seperti kawanan kelasnya, akhirnya ia pun merasa khawatir dan takut di-bully.

2. Kurang mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua

Setelah faktor lingkungan, pola asuh dari orang tua pun juga turut berpengaruh terhadap kesehatan mental sang anak. Sebetulnya, orang tua berperan untuk membantu anak supaya mendapatkan mental yang sehat, sedari masih dalam kandungan.

Mengutip dari laman The Asian Parent, dr. Sylvia menasehati para orang tua untuk memberikan bimbingan serta arahan kepada anak agar membangun rasa kepercayaan diri mereka. Dapat dipastikan hal tersebut akan mencegah gangguan mental pada anak.

3. Keinginan untuk memiliki personal yang perfeksionis

Kebanyakan anak-anak remaja memiliki rasa ekspetasi yang cukup tinggi, entah itu pada dirinya sendiri atau lingkungan sekitarnya. Akhirnya, mereka berkeinginan untuk terlihat sempurna di mata orang lain.

Memang kegigihannya untuk meraih apa yang dimau senantiasa disertai kerja keras, namun mereka akan bereaksi negatif tatkala gagal. Walhasil, mereka tidak puas, marah, mengomel, dan lain sebagainya. Perfeksionisme pun dapat memungkinkan masyarakat modern ini mengalami gangguan mental.

4. Faktor genetik

Manusia lahir ke dunia sudah dibentuk sejak dalam kandungan seperti perasaan yang dialami ibu saat mengandung. Makanya, apabila sang ibu depresi dan merasa cemas dalam kondisi hamil, mungkin bisa jadi nanti anaknya akan terkena gangguan mental.

5. Sulit beradaptasi dengan kemajuan teknologi

Seiring berkembangnya teknologi, informasi dan berkomunikasi sangat mudah dilakukan. Kehadiran media sosial yang bertujuan untuk memudahkan berkoneksi sosial nyatanya hanya untuk menunjukkan eksistensi sosial.

Para remaja kerap kali membandingkan dirinya dengan orang lain yang dilihat di media sosial. Akhirnya, mereka menjadi cemas dan depresi karena terlalu memikirkan cara terlihat sempurna di depan khalayak.