
Sekjen PBNU Helmy Faishal mengatakan, rencana pemerintah yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan sesuatu yang tidak tepat. Kebijakan tersebut menjauhkan dengan spirit UUD 1945.
“Dalam pandangan kami, inisiatif pemerintah dalam hal upaya meningkatkan pajak namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan dan sembako adalah tindakan yang tidak tepat, dan sebaiknya usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana. Maka, janganlah kebijakan pemerintah nantinya justru akan menjauhkan dari spirit dan cita cita luhur sebagaimana tertuang dalam UUD 1945,” ujarnya melalui siaran pers, Sabtu (12/6/2021).
Helmy mengatakan, pada prinsipnya sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, salah satu cita-cita luhur bangsa Indonesia adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Maka, negara sebagaimana spirit dalam UUD 1945 harus melakukan ikhtiar-ikhtiar nyata melalui kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
“Sebagai salah satu amanat luhur, sudah semestinya pendidikan harus diselenggrakan dengan watak insklusif. Siapapun memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan. Maka, harapan bagi terwukudnya Education for all (pendidikan untuk semua) adalah suatu keniscayaan,” katanya.
Ditegaskan Helmy, pemerintah harus lebih hati-hati dalam merumuskan kebijakan. Rencana diberlalukannya PPN termasuk dalam ketegori yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas.
Sebagai dasar pengambilan keputusan Pemerintah harus berpijak pada filosofi bahwa setiap kebijakannya berbasis pada kemaslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih disebutkan “tashorruful Imam alā raiyyah manthun bil maslahah” (kebijakan seorang leader harus didasarkan pada kemaslahatan bagi rakyat).
Kebijakan PPN di bidang pendidikan tertuang dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). (okezone)