Tiga Tokoh Keturunan Arab dalam Peristiwa-Peristiwa di Sekitar Proklamasi

Dua momentum pernyataan Merdeka dalam sejarah bangsa, seringkali dalam setiap tahun menjelang tanggal 17 Agustus, orang-orang akan selalu membicarakan dua peristiwa penting itu, yaitu kisah di Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 dan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan terhadap dwitunggal Soekarno – Hatta yang memiliki keterkaitan terhadap pengumuman proklamasi kemerdekaan Indonesia, satu hari setelah penculikan itu terjadi pada 17 Agustus 1945.  Lokasi paling dianggap bersejarah dalam peristiwa di Rengasdengklok adalah rumah seorang warga Tionghoa yang dijadikan tempat “penculikan” untuk menginapkan sang dwitunggal.

Pilihan rumah itu digunakan sebagai tempat bermalam karena saat itu, rumah tersebut adalah satu-satunya rumah paling layak yang berada di dusun tersebut.  Tokoh utama yang jarang, bahkan hampir tidak pernah disebut orang sebagai pelaku sejarah dalam peristiwa penting di Rengasdengklok itu ialah seorang pemuda keturunan Arab bernama Oemar Bahsan.

Bahkan Omar Bahsan inilah satu-satunya saksi sejarah yang menulis secara gamblang peristiwa penting ini dalam bukunya “PERISTIWA RENGASDENGKLOK”. Buku yang ditulis Oemar Bahsan pada 1 Januari 1955 ini, diberikan kata sambutan oleh Gatot Mangkupradja, tokoh yang meneruskan informasi penjemputan dan membawa kembali dwitunggal Soekarno-Hatta ke Jakarta dari tempat penculikan tersebut di dusun Bojong di Dengklok oleh Achmad Soebardjo.

Lokasi Soekarno di Rengasdengklok (Historia)

Bahkan konon lokasi tempat persembunyian penculikan itu, diketahui Achmad Soebardjo berkat informasi Gatot berkat atas laporan Oemar Bahsan.  Pemuda keturunan Arab Oemar Bahsan merupakan seorang perwira Pembela Tanah Air (PETA) berpangkat Shodanco, prajurit pemimpin peleton dalam pasukan itu.

Keberadaan Oemar Bahsan di dusun Rengasdengklok adalah sebagai pemimpin gerakan fasis anti Jepang bernama SAPU MAS. Berkat inisiatifnya-lah yang semula markaz Sapu Mas dijadikan sebagai lokasi awal penampungan dwitunggal Soekarno-Hatta selama dalam penculikan yang kemudian dianggapnya kurang layak, karena dalam penculikan itu dibawa sertanya Fatmawati istri Bung Karno dan anaknya Guntur yang masih bayi.

Oemar Bahsan meminta kepada Djiauw Kie Siong, petani pemilik rumah yang dipandang satu-satunya paling layak di Dengklok, untuk meminjamkan dan mengosongkan penghuninya sebagai tempat pemindahan lokasi penampungan sementara Bung Karno dan Hatta dari Markaz Sapu Mas ke rumahnya.

Konon, ketika dipinjam, Kie Siong sendiri tidak tahu menahu untuk apa dan bagi siapa rumah itu dipergunakan. Ia hanya menurut permintaan para pemuda pejuang pimpinan Oemar Bahsan, dan untuk sementara waktu pemilik rumah diungsikan ke rumah anaknya, yang juga tidak terlalu jauh dari rumahnya berada.

Oemar Bahsan seorang pemuda keturunan Arab sebagai pemimpin Tentara Pembela Tanah Air di Dengklok, menurut Gatot Mangkupradja adalah seorang pelaku utama dalam peristiwa-peristiwa disekitar Proklamasi.  Bersamanya pula (Oemar Bahsan), sebagai informan utama yang memberitahukan keberadaan tempat penculikan Sang Dwitunggal, Ia menemani Achmad Soebardjo membawa kembali pulang Soekarno dan Hatta ke rumahnya masing-masing.

Rumah Faradj bin Said bin Awadh Martak di Pegangsaan Timur

Keesokan harinya, pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di sebuah rumah hibah dari pengusaha Keturunan Arab yaitu Faradj bin Said bin Awadh Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.

Peristiwa penting momentum hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 ini, sejak peristiwa bersejarah itu berlangsung kemudian dijadikan sebagai Dirgahayu Hari Kemerdekaan RI yang diperingati dengan gegap gempita oleh seluruh lapisan rakyat Indonesia. Sebagai pelengkap, sejak itu pula sebuah Mars Hari Merdeka diciptakan oleh seorang pemuda keturunan Arab, A.Muthahar sebagai pengiring lagu wajib yang mengiringi hari bahagia bangsa Indonesia, setelah lebih 350 tahun lamanya bangsa kita terbelenggu dalam kekuasaan para penjajah.

A.Muthahar

A.Muthahar juga merupakan pejuang keturunan Arab yang tercatat sebagai penyelemat Sang Saka Bendera Merah Putih. Kain berwarna merah dan putih yang sempat dilepaskan jahitannya untuk menghindari intaian dan ancaman penjajah pada agresi keduanya yang ingin kembali berkuasa itu, berhasil diselamatkannnya dan dijahit kembali dan bendera kebangsaan itupun hingga kini masih tersimpan sebagai benda pusaka bangsa Indonesia